Posted in Catatan Diri, Motivasi

You Are Pure & I Am Full of Sin

O81GC20.jpg
Imaged Created by Onlyyouqj – Freepik

Itu judul diterjemahkan ke dalam bahasa inggris demi kebaikan bersama. Jadi bukan karena sok keinggris-inggrisan atau nggak nasionalis. Ok? 😀

Begini, kalimat itu sebenarnya sudah lama viral sejak salah satu individu atau kelompok mempopulerkan lagu dengan sebagian lirik seperti di atas (jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Pasti tau kan? Yang nggak tau, saya sarankan nggak perlu cari tau. 😀

Bahkan setelah lagunya cukup populer di beberapa kalangan, banyak meme kreatif yang mulai beredar di dunia maya. Entah instagram, facebook, atau di beberapa blog yang merangkum meme dengan tingkat kelucuan yang fantastis (menurut sang penulis). Dan sampai saat ini pun kalimat itu masih banyak digunakan beberapa orang, entah untuk sekedar menanggapi lelucon atau mengungkapkannya sebagai makna yang sebenarnya.

Nah, di sini saya ingin membahas esensi dari kalimat di atas.
Btw, sebelumnya maafkan yaa kalau bahasaku jadi terlalu sopan. Hahaha…

Kapas di Atas Duri
Ibaratnya kita sadar kalau kita salah, tapi bersikap seolah itu bukan hal yang perlu dipersalahkan. Kita tau bahwa diri kita bodoh. Kita dengan tegas menyadarinya, tapi dengan sangat sadar pula tak mau belajar dan segera memperbaikinya. Alih-alih introspeksi diri, justru lebih memilih untuk samar-samar menjadi korban. Layaknya sebuah kapas yang tak sengaja tertancap di atas duri, tak taunya justru kita sendirilah yang menjadi durinya. Hoh. -_-

Hidupku Bukan Hidupmu
Respon orang (yang dihujat) tentu berbeda-beda ya. Ada yang menanggapi dengan kepala dingin, atau justru pakai emosi berapi-api. Atau mungkin malah tak peduli sama sekali.

Pada akhirnya, kekesalan seringkali menjadi ujung tombaknya frustasi. Balik menyerang dengan kalimat-kalimat yang tak seharusnya terucap. Kalap!
Masalahnya, karena penghujat lebih banyak daripada sang bijak. Jadinya, kalimat-kalimat semacam ‘semoga diberi hidayah’, ‘semoga segera sadar’, dan kawan-kawannya jadi menguap hilang seiring muculnya pemikiran bahwa mereka ‘sok peduli’.

“Ini hidupku, urusi saja hidupmu. Nggak usah kepo atau bahkan jadi sok tau.”

Hingga kita menjadi tak sadar, lama kelamaan kalimat semacam itu justru mendorong kita jatuh ke dasar jurang. Karena kita lupa, bahwa kita perlu memperbaiki diri dari kritikan mereka. Karena kita lupa, bahwa kita seharusnya bisa menjadi lebih baik lewat saran mereka.

Saya jadi ingat cuplikan status di sosial media setahun yang lalu…

aaa

Benahi Diri
Jadi gini ya.. Kalau kita sudah tau diri kita banyak kesalahan yang perlu diperbaiki, bukankah lebih baik kalau kita segera berbenah? Setidaknya sekali dalam setahun, coba untuk pertimbangkan hal itu. Nah, bentar lagi kan akhir tahun. Bagus tuh buat perenungan. Jadi biar nggak monoton, sekedar bakar jagung sambil nyalain kembang api dan nyanyiin lagunya Tulus berjudul ‘Pamit’ pake suara yang sok dibuat sendu. 😛

Well, seandainya sekali dalam setahun terlalu berat, coba setidaknya sekali seumur hidup. Oh, iya sih. Siapa yang tau umur kita seberapa..?

Beberapa orang mungkin merasa kesal melihat tingkah kita. Banyak dari mereka yang menghujat, mencaci, atau justru memberi saran kebaikan. Lantas, mau sampai kapan kita harus menutup nurani? Daripada berkata “You’re always right and i’m always wrong” dengan mimik muka yang dibuat menyedihkan, akan lebih baik jika berkata “Indeed, this is worse. And I want to be better”.

Pasrah atau Tak Peduli?
Ada prinsip hidup yang bunyinya kurang lebih seperti ini, “Tak perlu pedulikan orang lain, tetaplah jadi dirimu sendiri.”
Saya ingin coba mengingatkan. Tak semua kalimat semacam itu bisa dipraktikkan dalam segala aspek kehidupan. Kalimat itu hanya patut digunakan ketika apa yang kita lakukan memang baik dan benar. Sesuai dengan apa yang nurani katakan. Bermanfaat juga buat diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Nah, kalo lebih banyak mudharatnya, kenapa pula harus pakai tag prinsip hidup seperti itu? Kan jadi ambigu dengan mereka yang berusaha jadi lebih baik tanpa memikirkan pendapat sekitarnya? Jika faktanya tak banyak manfaat yang didapat dan jelas keluar dari nurani, jangan pernah kita mencoba membuat ‘tameng’ dengan menggunakan kalimat di atas sebagai salah satu prinsip hidup.

Pasrah boleh, tapi jangan menjadi tak peduli. Setiap yang dikatakan oleh seseorang tentang diri kita memang tak sepenuhnya benar. Tapi itu bukan alasan untuk membuat kita jadi acuh tak acuh.

Jika kita baik dan dianggap buruk, maka bersabarlah.
Jika kita buruk dan memang sepenuhnya buruk, perbaikilah diri.
Dan hanya mereka yang tak tulus yang mengatakan kita baik, padahal sudah tau buruk.

Sisi Tersangka
Masih ada di antara kita yang kadang suka jadi tersangka? Entah serius menghujat atau sekedar nimbrung ikut-ikutan, padahal kenal aja nggak?

Boleh saja kita mengkritik tapi tentu harus dalam batasan-batasan yang baik. Gunakan bahasa yang halus dan tidak bertujuan menghakimi. Tempatkan diri di posisi mereka.

Antara kalimat- “Maaf sebelumnya, tapi aku rasa..” -dengan kalimat- “Kamu orang terbodoh yang pernah aku tau!”- kira-kira lebih baik yang mana?
Sekiranya yang tak menyakiti perasaan yang mana? Bahkan jika bisa, saat kita memberi saran, usahakan itu hanya antara ‘saya dan kamu’. Secara pribadi. Tanpa perlu orang lain tau menau.

Sekali lagi, tempatkan diri kita di posisi mereka.

***

At last, maafkan saya jika ada salah kata. Artikel ini ditulis bukan untuk menghakimi sesama, melainkan sebagai pengingat untuk kita semua. Semoga kita selalu ada dalam rahmat-Nya. 🙂

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, (QS. Al-Ahzab: 70).

Tetangga, Masa Gitu?

 

preview
Designed by Freepik

 

Sssttt… jangan berisik. Ntar tetangga pada denger. Eeaa.. hahaha.

Waktu orang tua kita ngomel-ngomel gegara kita main nggak kenal waktu sementara nilai ujian terlihat sangat mengerikan, alhasil teriakannya bisa sampe kedengeran tetangga bermeter-meter jauhnya.

Ketika rentenir datang ke rumah sambil marah-marah pake jurus seribu bayangan, mustahil rasanya tetangga nggak ada yang tau. Bahkan belum lima menit sejak rentenir pergi, kisah berjudul ‘kunjungan rentenir’ udah bisa didenger lewat radio-radio di kampung sebelah.

Makhluk Sosial
Kita sebagai manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan. Seberapa besar pun keinginan untuk hidup secara individu, kita tetap ga akan bisa lepas dari peran orang lain dalam keseluruhan hidup.

Dari awal saja kita butuh yang namanya ibu untuk melahirkan kita. Sampai akhir pun, kita butuh beberapa orang untuk menguburkan jasad kita yang sudah tak bernyawa. Kan serem kalo kita mati, terus guling-guling sendiri masuk ke lubang kubur. -_-

Namun, ada orang yang dengan gigihnya mengatakan dirinya nggak butuh orang lain, merasa bisa hidup sendiri, dengan usahanya sendiri. Selalu merasa bangga tanpa menyadari untuk berbagai hal sederhana saja mereka membutuhkan orang lain. Mendapatkan uang, membeli kebutuhan, mencari apa yang diinginkan.
Humm.. masa iya ke supermarket beli sendiri, bayar sendiri, kembaliannya ambil sendiri? Ya kali jadi pembeli nyambi jadi kasir?

Nah, sebagai makhluk sosial, ada di antara kita sekelompok orang yang biasa kita sebut dengan sebutan tetangga. Orang-orang yang rumahnya berdekatan dengan kita. Yang tiap hari suka kepo-in kita, entah dalam artian memang peduli atau sekedar pengen tau aja. Yang kadang-kadang suka ngasih makanan padahal nggak ada acara apa-apa.
Tapi inget, itu semua berlaku kalo kita punya tetangga. Jadi, aku ga bisa berkata-kata kalo ternyata ada di antara kalian yang hidup sendirian di tengah hutan. Atau tinggal di kawasan elit dengan dinding pembatas setinggi langit.

Ngomong-ngomong soal tetangga, dalam islam kehidupan bertetangga aja diatur loh.

Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: Demi Allah Tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan kepada Rasul: “Siapa wahai Rasulallah? Beliau bersabda: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman karena gangguannya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari)

Tuh, kan. Mending dikurangin deh bikin onar. Pulang ke rumah, mabuk-mabukan sambil bawa parang. Siapa yang ga takut coba? Belum sempat nasi masuk ke mulut, udah buru-buru lari nutup pintu. Takut si pemabuk nyasar ke rumah.

Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” (HR. Muslim)

Yang sering orang luput adalah ketika masak kari ayam, soto daging, dkk, baunya menyebar ke tetangga sebelah. Tapi kita ga peduli amat. Nah, islam menyarankan memperbanyak kuahnya lantas membaginya dengan mereka. Kalo ga mau berbagi ya waktu masak, tutup rapat-rapat. Biar baunya ga nyebar kemana-mana. Entah gimana caranya. By the way…
Hai, tetangga.. jangan marah ya kalo cuma dikasih kuah. Wkwk.

Masih mengenai makanan, bahkan bukan seorang mukmin ketika tau tetangga lagi kelaparan tapi kita bersikap nggak mau tau. Bersikap ga peduli padahal sebenernya punya kesempatan buat berbagi.

Ibnu Abbas r.huma berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga di sebelahnya kelaparan.”(H.r. Baihaqi, Misykat).

Bertetangga dengan Non Muslim
Ada sebuah kisah keren tentang kehidupan bertetangga, mungkin sebagian dari kalian udah pernah tau. Let’s read!

Kisah seorang Imam bernama Hasan al-Bashri yang hidup sederhana. Di rumah susun yang tidak terlalu besar ia tinggal bersama istri tercinta. Di bagian atas adalah tempat tinggal seorang Nasrani. Kehidupan berumah tangga dan bertetangga mengalir tenang dan harmonis meski diliputi kekurangan menurut ukuran duniawi.

Di dalam kamar Hasan al-Bashri selalu terlihat ember kecil penampung tetesan air dari atap kamarnya. Istrinya memang sengaja memasangnya atas permintaan Hasan al-Bashri agar tetesan tak meluber. Hasan al-Bashri rutin mengganti ember itu tiap kali penuh dan sesekali mengelap sisa percikan yang sempat membasahi ubin.

Hasan al-Bashri tak pernah berniat memperbaiki atap itu. “Kita tak boleh mengusik tetangga,” dalihnya.

Jika dirunut, atap kamar Hasan al-Bashri tak lain merupakan ubin kamar mandi seorang Nasrani, tetangganya. Karena ada kerusakan, air kencing dan kotoran merembes ke dalam kamar Sang Imam  tanpa mengikuti saluran yang tersedia.

Tetangga Nasrani itu tak bereaksi apa-apa tentang kejadian ini karena Hasan al-Bashri sendiri belum pernah mengabarinya. Hingga suatu ketika si tetangga menjenguk Hasan al-Bashri yang tengah sakit dan menyaksikan sendiri cairan najis kamar mandinya menimpa ruangan Hasan Al-Bashri.

“Imam, sejak kapan engkau bersabar dengan semua ini,” tetangga Nasrani tampak menyesal.

Hasan al-Bashri hanya terdiam memandang, sambil melempar senyum pendek.

Merasa tak ada jawaban tetangga Nasrani pun setengah mendesak. “Tolong katakan dengan jujur, wahai Imam. Ini demi melegakan hati kami.”

Dengan suara berat Hasan al-Bashri pun menimpali, “Dua puluh tahun yang lalu.”

“Lantas mengapa engkau tidak memberitahuku?”

“Memuliakan tetangga adalah hal yang wajib. Nabi kami mengajaran, ‘Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangga’. Anda adalah tetangga saya,” tukasnya lirih.

Tetangga Nasrani itu seketika mengucapkan dua kalimat syahadat.
(Sumber: NU online)

Gimana? Keren kan?

Secara normal, kalo kita ada di posisi beliau, kebanyakan pasti ngelabrak tuh tetangga sambil ngomel-ngomel. Apalagi kalo kebetulan si tetangga adalah tipe orang yang nggak mau ngalah dan ngga mau disalahkan. Lengkap sudah.
“Itu sih bukan salah toilet gua. Tapi atap rumah loe aja yang jelek!”
Nah, loh. Endingnya bisa-bisa ngundang Pak Lurah buat nuntasin masalah.

Atau mungkin ada yang berpikir bahwa sikap sang Imam terlalu berlebihan. Sebagai manusia ya kita tinggal bilang secara baik-baik. Mendudukkan permasalahan lantas menyelesaikannya dengan solusi.
Oke, nggak masalah. Itu juga pilihan. Tapi seandainya begitu, maka peluang hati si Nasrani terbuka menjadi lebih kecil. Sekecil kesempatannya mengucapkan dua kalimat syahadat di depan sang Imam.

Saling Menghargai
Sikap tetangga pada kita tergantung bagaimana sikap kita pada mereka. Kalo kita baik ya pasti dibaikin. Kalo kita cuek, ya jangan cemberut kalo dicuekin. Semacam imbal balik gitulah. Jangan kita berharap orang akan bersikap baik, tapi sendirinya suka nggak peduli. Itu namanya kita nggak tau diri.

Tapi ya tapi.. nggak menutup kemungkinan adanya tetangga yang nggak suka sama kita padahal kita biasa aja. Merasa nggak punya dosa sama tuh tetangga. Nah, gimana kalo kita introspeksi dulu? Mungkin aja kita dulu sempat melakukan sesuatu yang bikin mereka marah. Mungkin juga pernah ada yang salah dengan sikap kita. Kita yang selalu menganggap semua itu biasa tapi mereka menganggapnya ‘ga biasa’. Permintaan maaf yang tulus bisa jadi awal yang bagus. Asal kebenciannya nggak didasarkan pada rasa iri dan dengki, hubungan pasti bakal jadi baik seketika.

Nah, kalo ternyata udah minta maaf tapi masih sama gimana?
Ya positive thinking aja, mungkin hari-harinya yang melelahkan bikin suasana hati mereka jadi moody. Intinya ya baik-in ajalah gimanapun responnya. Jangan terlalu berlebihan tapi juga jangan acuh tak acuh.

Aku yakin para pembaca adalah seorang muslim yang baik. Yang tau etika dan tau cara menghargai tetangga.

Untuk melakukannya kita ga perlu berusaha menjadi sempurna. Kita hanya perlu naluri kita sebagai manusia.

Sekian. Semoga bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf. Semoga jum’atmu, jum’atku, jum’at kita semua, menjadi jum’at yang penuh berkah. 🙂

Posted in Catatan Diri, Motivasi

Demi Cantik, Gadaikan Surga

ODR95Z0.jpg
Image Created by Bedneyimages – Freepik

Emang yakin surga sudah terbeli? Mau sok digadaikan? emot-mikir
Bahasan ini agak kontroversial. Apalagi di jaman manusia mulai menghalalkan yang haram, lantas cerdas membuat alasan.

“Iblis berkata: Aku bersumpah dengan Keagungan-Mu ya Allah, sungguh akan aku sesatkan mereka semua, kecuali para hamba-Mu diantara mereka yang baik imannya.” (QS. Shad: 82-83)

Mempercantik diri. Mungkin detik ini juga kita harus bedakan hal itu dengan yang namanya ‘merawat diri’. Kalau merawat diri (sesuai tuntunan syari’at) tentunya kita dapat pahala. Tapi mempercantik diri belum tentu. Bisa jadi malah sebaliknya. Kasus tersering biasa disebut tabarruj.

Seperti yang kita tau, mencukur alis mata udah lama banget boomingnya. Udah bukan hal yang aneh di kalangan wanita. Modelnya mulai dari a sampe z dijamin ada. Dan itu pun masih bercabang lagi, mulai dari segi ketebalan, kelengkungan, warna sampe dengan cara seperti apa eksekusinya.
Bahkan nggak perlu ke salon, hanya bermodal kuota buat nonton tutorial di youtube udah bisa bikin alis sendiri. Kalau gagal, baru ke salon 😀

Nah, gimana pendapat islam tentang ini?
Kalo perhatiin ceramah, pas sesi tanya jawab, hampir ga pernah ada yang menanyakan hal ini. Entah gatau hukumnya atau malu karena masuk daftar hitam orang-orang yang melakukannya. Hadistnya pun hanya dibacakan ketika ada perihal soal tato.
Nggak perlu pesimis, tetep ada kok yang fokus bahas masalah ini di beberapa kajian. Nah, mungkin karena ‘beberapa’ itu yang bikin orang jarang tau lalu mudah melanggar syari’at.

“Allah melaknat wanita yang menato, wanita yang minta ditato, wanita yang menghilangkan bulu di wajah, wanita yang merenggangkan giginya agar terlihat cantik, serta wanita yang mengubah ciptaan Allah” [HR. Bukhari]

“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambung rambutnya, (dan melaknat) wanita yang mencacah (mentatto) dan wanita yang minta dicacah (ditatto)”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah].

“Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, “Telah dilaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mencabut bulu dahi (atau ngerik alis) dan wanita yang dicabut bulu dahinya (atau dikerik alisnya) dan wanita yang mencacah (mentatto) dan wanita yang minta dicacah (ditatto) bukan karena sakit”.
[HR. Abu Dawud]”

Jadi cukup yaa, ga perlu panjang lebar. Yang kita jadikan tren saat ini sudah cukup buat mengundang laknat Allah dan Rasulullah. Kita ini kaum wanita udah banyak kurangnya dalam hal ibadah, kenapa ga fokus sama itu aja?

Cantik itu Relatif
Ada beberapa orang yang demi mempercantik diri ia rela melakukan apa saja. Mulai dari cara modern sampe tradisional macam pakai susuk.
Cantik itu relatif ya kawan. Kita nggak bisa seenaknya operasi hidung yang pesek supaya jadi lebih mancung. Kecuali emang ada kecacatan yang bikin jadi susah napas.
Kita juga ga bisa seenak hati mencukur alis, dengan alasan mempercantik diri. Kebanyakan alasannya sekarang dialihkan jadi ‘merapikan’. Wujud dari pembelaan diri yang sudah sadar kalau salah.

Terima aja kenapa sih? Alis tebel atau tipis. Syukuri. Selama itu normal, yaa ga perlu dipermasalahkan. Kecuali kalo alisnya tumbuh lebat nutupin pandangan mata dan amat mengganggu, itu masih dibolehkan. Yang pasti dicukur seperlunya. Tapi belum pernah ada sih kasus semacam itu. Kebanyakan justru hanya untuk mempercantik diri atau ikut-ikutan tren aja.
Btw, Sun Go Kong yang alisnya setebel itu aja nggak dicukur loh.. 😛

img_20161108121018_de0e8a6d.png

Nggak Sengaja
Mungkin ada beberapa di antara temen-temen yang suatu ketika nggak sengaja alisnya dicukur. Misal nih.. waktu wisuda, nikahan atau cuma jadi pager ayu di sebuah pesta pernikahan. Nah, yang merias nggak tanya-tanya dulu soal cukur alis ini. Asal main cukur aja. Kita sadarnya pas udah selesai riasannya atau justru waktu cuci muka selesai acara. Sebenernya, kemungkinan kita nggak tau itu amat kecil. Tapi yaa bisa jadi juga hal itu terjadi. Karena ada salah satu kasus seperti itu.

Mari kita renungkan ini…
Hanya karena kita nggak sengaja melukai teman kita hingga berdarah, apa kemudian kita nggak perlu minta maaf dengannya? Toh, nggak sengaja? Seenggaknya kita pasti minta maaf kan? Yaa kecuali emang disengaja. Twemoji_1f611.svg

Nah, hanya karena nggak sengaja, bukan berarti kita bisa bebas dari merasa bersalah. Bukan berarti kita nggak perlu tobat dan minta maaf pada-Nya. Perasaan ‘merasa tidak bersalah’ itu justru membuat kita seakan membuat ‘ketidaksengajaan’ itu sebagai sebuah‘keuntungan’.
“Syukur deh aku nggak perlu ke salon buat benerin alis”
Na’udzubillah…

Sungguh, Allah Maha Penyayang
Nah, buat yang udah terlanjur gimana dong?
Maka bertobatlah. Mohon ampun. Lantas berhenti melakukan perbuatan itu. Harus nasuha. Jangan ntar tobat, besoknya kumat. Twemoji_1f611.svg
Tapi, kan udah terlanjut dilaknat?
Allah itu Maha Pengampun, Maha Penyayang. Daripada hanya meratapi dosa yang sudah lalu, asal kita sudah bertobat lebih baik fokuskan diri dengan amalan-amalan yang lebih banyak. Supaya kelak, timbangan amal itu lebih berat daripada dosa itu sendiri.
Lagipula, Allah melarang sesuatu pasti ada alasan yang baik di baliknya. Coba aja cari di gugel ‘Bahaya mencukur alis’, ‘bahaya operasi plastik’. Inget, ba-ha-ya. Bukan Manfaat. 🙂

Pesan buat seluruh wanita, termasuk diri saya sendiri…
Dunia ini hanya sementara, jangan karena ingin mengikuti hawa nafsu demi mempercantik diri lantas kita melupakan akhirat. Ingatlah, ketika di surga nanti.. cantik yang tak pernah terbayangkan oleh kata-kata pasti akan diberikan oleh Allah pada kita. Di surga aja. Nggak berlaku buat sebaliknya. 🙂

Wallahu a’lam

Posted in Catatan Diri, Motivasi

Sudah Istiqomah, Kak?

© 2017 – 9oldpen

Malam minggu kelabu. Turut berduka buat para jomblo di seluruh dunia. Ha-ha-ha. Yang cuma merenung nungguin jodoh yang nggak dateng-dateng, merapat yuk..? Ditambah gorengan + kopi panas kayaknya nikmat juga..? 🙂

–sekian intro ga bermutunya–

Istiqomah. Satu kata sederhana yang tak sesederhana mengedipkan mata. Dalam hal ini tentunya mengenai perbuatan baik. Bukan yang sebaliknya.

Aku ikut seneng kalo ternyata ada seseorang di antara temen-temenku yang berubah. Kalo dulu ga berhijab, sekarang udah berhijab. Kalo dulu hampir ga pernah sholat jum’at, sekarang udah mulai rajin ikutan sholat jum’at. Meskipun ada yang masih sering nyandar tembok pas dengerin khotbah.

Berubah itu biasa…

Yang bener aja? Aku udah buang gengsiku loh buat bisa berubah?! Haha, begitulah. Karena hampir semua orang pasti pernah berubah. Seenggaknya sekali-lah dalam hidup mereka. Nah, dalam prosesnya yang paling sering sih.. berhenti di sini. Setelahnya, entah bisa lanjut atau nggak, nggak peduli.

Jadi, kita selamanya akan jadi ‘biasa’ selama kita nggak mencoba istiqomah. Sebenernya, mau kita istiqomah atau nggak, tergantung keputusan kita. Tapi, semoga hidayah Allah itu nggak dicuekin gitu aja.

Penting ya Istiqomah?

Penting dong… Ibaratnya, ini tuh ujian tersulit. Misalnya ketika kita coba buat menghindari perkataan atau perbuatan buruk. Kita nggak serta merta langsung bisa. Apalagi kalo sebelumnya itu udah jadi kebiasaan sehari-hari.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat: 30)

Jika awalnya kita sudah hidup mengikuti aturan, beberapa hal pasti terasa mudah dijalankan. Nah, kalo misalnya perbuatan itu sudah jadi candu gimana? Seandainya kita pengen ibadah bisa terus lanjut tanpa putus gimana?

Lantangkan niat

Innamal a’maalu bin niat.

Segala sesuatu emang berawal dari niat. Kalo dari awal niatnya setengah-setengah, yaa sama aja bohong.

Misalnya, kebanyakan dari kita pas lagi sedih, galau, merana karena diputusin dia..? Untungnya hati didekatkan dengan agama. Mulailah mendekati Allah SWT. Memohon, meminta, merayu bahkan berjanji akan tetap ada di jalan-Nya. Selang beberapa minggu godaan datang. Mantan ngajak balikan. Di sisi lain, udah niat nggak akan pernah pacaran. Di sinilah ke-istiqomah-an kita diuji. Yaa, syukur-syukur kalo do’i mau diajak nikah. Kalo nggak, kenapa pula kita harus gadaikan iman kita? Niat yang awalnya mau dekat dengan Yang Maha Kuasa, malah ‘ambyar’ entah kemana? Apa kabarnya tengah malem nangis-nangis sambil curhat kepada-Nya?

Sortir ulang kawan

Haha. Yaa kali barang disortir? Pergaulan kita menentukan separuh jalan hidup kita. Bukan maksudnya pilih-pilih temen seenak hati.

Si A itu paling enak diajak ngobrol. Sampe subuh pun di ‘iya’in aja. Si B yaa ampunn… pelitnya nggak ketulungan. Deket aja ogah. Bukan kayak gitu yaa… bukan!

Maksudnya itu ketika kita berteman dengan seseorang, diusahakan teman itu yang mampu mengajak kita pada kebaikan. Yang hobinya mengingatkan kabar hafalan qur’an. Yang nggak segan negur pas kita nglakuin kesalahan. Wah… indah banget kalo punya temen kayak gini.

Beda lagi ceritanya pas temen kita berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Istiqomaah.. banget kalo ngajakin maksiat. Kita yang awalnya pengen tobat kan jadi balik tersesat? Na’udzubillah…

Seandainya nih.. seandainya aja kita dipertemukan dengan teman tipe pertama, mau gimana lagi pasti pengen banget mempertahankan. Tapi.. seandainya dipertemukan dengan tipe kedua, yaa coba aja ditolak secara halus. Lebih bagus lagi kalo bisa ngasih petuah bermanfaat. Ngajak bareng pesen tiket ke surga. Wkwkwk…

Yaa intinya gimana cara kita supaya bisa tetep istiqomah. Nggak gampang ikut-ikutan temen. Apalagi karena ngrasa nggak enak gara-gara udah berteman sekian tahun? Bisa-bisa ‘buyar’ niat istiqomah-nya.

Ingat mati

Mati itu nasehat terbaik. Sangking baiknya.. ditolak mentah-mentah bersamaan dengan langkah kaki balik badan pulang ke rumah, usai ikut pemakaman tetangga.

Siapa yang tau kapan kita akan mati? Dimana dan dengan cara seperti apa?

Ada banyak orang, aku rasa pasti udah banyak kan yang denger cerita seseorang mati dengan cara yang amat hina? Di saat ia bahkan belum sempat bertobat dan meluruskan jalan hidupnya. Na’udzubillah… semoga kita dihindarkan dari takdir semacam ini.

Sudah bukan hal baru ketika orang menyebut penyesalan itu datangnya di akhir. Nah, saat kita mengingat kematian ini.. insyaallah hati yang tadinya sempat goyah jadi kembali melanjutkan untuk tetap istiqomah.

Jangan lupa berdoa

Ini yang nggak boleh sampai terlupakan. Karena istiqomah itu dasarnya dari hati, maka mintalah pada Yang Maha membolak-balikkan hati. Tentu saja itu adalah salah satu anugerah terbesar ketika kita mendapatkannya. Kalo udah dapetin yaa jangan dilepasin. Tetap istiqomah dalam ber-istiqomah. *what?

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”. (QS. Al Mukmin: 60)

Akhir kata, maafkan jika ada salah kata. Apalah saya yang hanya manusia.. sementara kesempurnaan hanyalah milik-Nya. 🙂

Posted in Kesehatan

Sedikit tentang Alergi Obat

255.jpg
Image Created by Suksao – Freepik

Ada sub kesehatan di menu, tapi ga pernah kepake? Mau dibuang kok rasanya sayang.. meskipun isinya cuman beberapa info hasil copas wikipedia atau situs tetangga sebelah yang aku sampaikan ulang lewat bahasa sendiri.

Belum lama ini kan ada berita soal obat PTC. Kalo searching di google pasti banyak banget tuh yang nulis info soal kandungan, kegunaan, sampai efek samping obat. Nah, entah kenapa tiba-tiba aja aku keinget sama pengalaman konyol yang kira-kira sekitar setahun yang lalu. Apa lebih ya? Entahlah. Yang pasti kejadian ini terjadi waktu aku masih kerja di salah satu SPBU di Surabaya. Kisah ini akan ditutup dengan penjelasan. Jadi, baca sampe akhir yaa.. *maksa diih ><”

Nah, jadi gini ceritanya…
Waktu itu aku lagi sakit. Kayaknya sih kecapean yang kolaborasi sama flu. Badan rasanya sakit semua. Menurutku, itu sakit terparah yang pernah aku rasain. Just info aja, sebenernya aku orangnya jarang sakit & cukup kebal terhadap penyakit. Mulai dari maag, tipus, malaria, dbd… dengan syukur alhamdulillah, aku nggak pernah ngrasain itu semua.

Berikutnya, waktu itu sakit berasa makin parah, bahkan sempet mual juga (ga kepikir kalo itu maag). Ditambah batuk yang nggak sembuh-sembuh,  akhirnya bibiku buka mulut. Maksa aku buat ke klinik. Mungkin dia juga ga tahan dengerin batukku yang terlalu keseringan dan ga sembuh-sembuh, wkwkwk. Setelahnya aku berangkat sendiri ke klinik terdekat. Ga ada yang anterin soalnya pada ada urusan.

Sesampainya di TKP, lumayan rame sih. Banyak yang antri. Bahkan ada yang udah booking juga. Jadi, pas nyampai bisa langsung ketemu dokternya tanpa nunggu terlalu lama.
Setelah beberapa prosedur mendaftar jadi pasien, duduklah aku di ruang tunggu. Lumayan lama. Pengen tinggal pulang aja sebenernya. Mana baterai hape hampir sekarat? Nggak bisa ng’game apalagi nonton film 😦

Lama menunggu, akhirnya dipanggil juga. Sampai depan dokternya, beliau tanya..
“sakit apa?”
“kecapean kayaknya, dok”. Well, sebnernya dalam hati aku pengen ketawa juga. Apa pertanyaan semua dokter kayak gini? Atau aku aja yang baru tau karena ga pernah periksa ke unit kesehatan?
Maksudku… bukannya dokter yang harus cari tau, apa penyakit yang diderita pasien?
Jadi, singkat cerita tuh dokter tanya keluhan-keluhanku. Setelah selesai, beliau menawarkan buat suntik.
Aku sih iya aja. Bagiku, bukan hal baru meskipun udah bertahun-tahun nggak berobat ke dokter. Karena dulu… waktu kecil aku udah sering sakit dan udah terbiasa sama benda itu.

Nah sampai sini, dokternya sempet tanya, apa aku punya alergi obat? Aku jawab, nggak ada. Aku bahkan ngga punya alergi makanan. Meskipun itu dua hal yang berbeda sih.
Sebenernya konyolnya tuh ya ini. Waktu dokter tanya soal alergi obat, yang aku bayangin itu semacam obat yang dijual bebas di warung macam bodr*x, panad*l, prom*g, dkk.
Efek kurangnya pengetahuan ya gini. Makanya, banyak-banyak baca dan belajar ilmu. Apapun itu. Jangan tiap hari kerjanya mantengin status mantan. *loh?

Bahkan sebenernya, sebelum tuh obat diinjeksikan, dokternya ada kalo tanya sampe tiga kali. Dan keukeuh aku jawab nggak. Beliau pengen memperjelas jawaban, tapi nggak menjelaskan soal pertanyaannya.

Singkat cerita setelah turun dari ranjang pasien (beberapa detik setelah injeksi), sebenernya udah berasa efeknya. Awalnya berasa batuk, tapi masih ringan. Sempet aku tahan juga, malu lah batuk depan muka orang sekalipun tenaga medis. Aku kira itu batuk (milikku sendiri) yang ga sembuh-sembuh. Tapi, setelah dipikir-pikir batuknya beda.
Setelah dokternya nulis resep, aku diminta buat nunggu di ruang tunggu.
Beuh… bukannya berkurang, malah nambah banyak antriannya.
“Ini orang sakit semua?” ckckckck.

Nah, waktu aku nunggu obat, gejala alerginya makin parah. Rasanya susah napas. Batuk-batuk dan napas pendek. Karena hal ini, aku jadi tau gimana rasanya menderita asma atau penyakit pernapasan lainnya. Mereka pasti amat tersiksa.
Ah, selain itu mataku juga berasa pedih berair dan berat (bengkak). Lumayan menyiksa.
Sebisa mungkin aku buat diriku tetep sadar sambil liat sekeliling. Nggak lucu aja kalo tiba-tiba pingsan di sini.

Akhirnya, namaku dipanggil. Waktu mbak-mbaknya ngasih obat dan nyodorin nota, saat itulah aku tanya ke mbaknya.
Dengan lugu dan polosnya 😀 …
“mbak, aku tadi habis disuntik kok rasanya sesak ya? Apa efek sampingnya emang kayak gini?”
(inget ya sobat, efek samping obat & gejala alergi obat itu beda. Apa aku doang yang baru tau? -_-)
Eh, mbaknya langsung panik dan nyuruh aku buat masuk lagi ke ruangan dokter tadi. Untungnya, pasien yang di dalem udah kelar diperiksa.

“Loh, katanya tadi nggak ada alergi?”, dokternya tanya sambil nyiapin obat, yang setelah aku tau itu obat kortikosteroid. Punya fungsi buat melemahkan antibodi.
Speehcless. Aku cuman bisa senyum-senyum kek orang nggak punya dosa :V
Selang beberapa saat setelah minum tuh obat, nafas udah mulai normal. Tapi mata masih tetep bengkak.
Seandainya ga ada efek apapun, beliau mau injeksi sesuatu. Sayangnya, aku nggak tau itu apa.

Endingnya, dokter nyoret resep yang tadi dibuat. Menyisakan multivitamin yang bisa dibeli di apotek terdekat tanpa resep dokter -_-”

Suka geli sih kalo inget pengalaman ini. Berobat tujuannya buat sembuh, malah mau bikin masalah. Kan konyol.. ><”
Menurutku ini juga bisa jadi pengalaman untuk dokternya buat ga gampang percaya sama omongan ‘nglambyar’ pasien bodoh seperti saia. Tapi, bisa jadi karena pernah mengobati pasien alergi obat yang membuat dokter itu tanya berulang-ulang sebelum injeksi obat ke tubuh pasien.

Nah, itu tadi sedikit pengalaman soal alergi. Saatnya beralih ke penjelasan…

Reaksi alergi obat umumnya muncul secara bertahap seiring sistem kekebalan tubuh yang membangun antibodi untuk melawan obat tersebut. Reaksi ini mungkin tidak muncul secara langsung saat pertama kali menggunakan obat.
Pada tahap penggunaan pertama, sistem kekebalan tubuh akan menilai obat sebagai substansi yang berbahaya bagi tubuh kemudian mengembangkan antibodi secara perlahan-lahan. Pada penggunaan berikutnya, antibodi ini akan mendeteksi dan menyerang substansi dari obat tersebut. Proses inilah yang bisa memicu gejala-gejala alergi obat. (alodokter)

Dari penjelasan itu bisa bayangin gak maksudnya?
Jadi, sistem kekebalan tubuh kita menilai obat tadi sebagai zat asing yang ga boleh masuk tubuh. Gejala-gejala penyiksaan muncul ketika antibodi perang melawan obat itu.
Gejala yang muncul biasanya seperti ini:

  • Ruam atau bentol-bentol pada kulit
  • Gatal-gatal
  • Hidung beringus
  • Batuk-batuk
  • Demam
  • Sesak napas atau napas pendek
  • Mata terasa gatal atau berair
  • Pembengkakan

Gejala alergi umumnya ringan dan akan berhenti setelah konsumsi obat dihentikan. Tapi ada juga beberapa reaksi yang parah dan memicu anafilaksis (reaksi alergi berat yang menyebabkan kegagalan fungsi sistem tubuh secara luas). Kondisi itu sangat serius dan memerlukan penanganan darurat sesegera mungkin. Semoga kita tidak masuk dalam daftar ‘beberapa’ itu.

Jenis-jenis obat yang dapat memicu reaksi alergi:

  • Antibiotik (penisilin)
  • NSAID (ibuprofen)
  • Aspirin
  • Krim atau losion kortikosteroid
  • Antikejang
  • Obat-obatan untuk penyakit autoimun
  • Obat-obatan untuk kemoterapi
  • Obat-obatan untuk infeksi HIV
  • Insulin
  • Vaksin

Untuk penanganannya, biasanya gejala alergi obat bisa mereda dengan sendirinya setelah berhenti mengonsumsi obat penyebab alergi.  Sama lah kayak alergi makanan atau zat lainnya.
Bisa juga dengan obat antihistamin atau kortikosteroid buat meredakan gejala.
Kalau pernah mengalami anafilaksis, dokter akan meresepkan epinefrin.

Udah segitu aja pengalaman dan penjelasannya. Ga banyak-banyak. Ntar kekenyangan.
See you next time .. 🙂

http://www.alodokter.com/alergi-obat

Posted in Catatan Diri

Andaikan Tak Ada Gadget

gadgets-with-social-networks_23-2147512011
Designed by Freepik

Kalo ngomongin benda satu ini keliatannya ga akan ada habisnya.
Satu perusahaan dengan perusahaan lainnya saling berlomba memperebutkan predikat inovasi terbaik dalam bidang ini. Setiap detiknya amat berharga.
Beberapa pengendara kehilangan nyawa karenanya. Sungguh, setiap detiknya amat berharga.
Nah, berhubung setiap detik amat berharga… ijinkan daku menulis sepucuk surat untukmu, wahai gadget… 😀

Malang, 29 September 2017

Dear gadget,

Andaikan tak ada kau
mungkin aku dan dia tak bisa saling bicara
saat dia di sana dan aku di sini

Manfaat paling sederhana yang bahkan 2 kaleng bekas yang berkolaborasi dengan benang pun tak akan mampu melakukannya. Jadi, sudah sepatutnya aku berterima kasih kepada dirimu pembuatmu.

Andaikan tak ada kau
mungkin keberadaannya tak akan terungkap
manusia mulia dengan segenap cinta

TNI viral setelah nyeberangin anak-anak SD lewat sungai. Seorang kakek pemulung jadi terkenal karena tindakannya tanpa pamrih nambal jalanan berlubang. Dan masih banyak lagi sikap orang-orang baik di luar sana yang menyentuh hati.
Karenanya pula, entah sudah berapa banyak orang lain yang melakukan hal serupa (kebaikan) karena terinspirasi oleh sosok yang bahkan tak mereka kenal.
“Perbuatan baik kok diumbar..?”
Lah, daripada pamer motor curian di toko online?
Bertobatlah wahai hati yang dengki…

Andaikan tak ada kau
mungkin tak akan pernah ada yang bilang
orang sekarang lebih cerdas sekalipun bukan sarjana

Belum lama sejak kasus bom panci menggemparkan negara kita saat si pembuat bukanlah ahli kimia. Sudah jadi hal biasa ketika seseorang mampu merakit senjata api dengan bermodalkan medsos. Ada banyak juga yang tiba-tiba jadi pinter saat berdebat dengan yang lainnya sementara lulus SMA saja tidak. Haruskah kita katakan ini anugerah ataukah bencana?

Andaikan tak ada kau
mungkin kita tak akan tau
tetesan air mata para korban penganiayaan

Sesaat mungkin sebagian dari kita hanya mampu berkata “kasihan” pada individu ataupun kelompok yang tak mendapat keadilan. Tak lama kemudian ingin meluncurkan bantuan. Jika tidak, bisa jadi penderitaan mereka hanya akan seperti radio yang diputar. Melintas sekejap lalu hilang ditelan kehampaan.

Andaikan tak ada kau
mungkin mereka tak akan pernah tau
tanah surga dimana letaknya

Itu Indonesia. Iya. Negara kita sendiri. Si zamrud katulistiwa yang hatinya di-dua-kan dengan hingar bingar diskotik mancanegara. Mohon maaf, itu hanya kiasan. Lagipula siapa yang ke luar negeri cuman buat mampir diskotik? -_-

Tapi…

Andaikan tak ada kau
mungkin provokasi hanya ada di sana
dalam kelompok kecil tak bersuara

Ah, sudah lelah hayati dibohongi dengan berita hoax tak berarti. Pikiran dilempar kesana kemari. Yang tak bersalah jadi korban diskriminasi. Sementara pelaku hilang ditelan bumi. Sungguh ironi… 😦

Andaikan tak ada kau
mungkin akan beda cerita
saat si kecil kehilangan hartanya

Pemerkosa, pedofil, pembunuh, memang sudah ada sejak dulu. Dan sekarang semakin mudah mereka tersenyum karena mangsa tak perlu dicari dengan peluh keringat. Hanya perlu melempar umpan dan korban dengan senang hati mendekati.
Sementara mereka sudah disidang, tak berarti penyesalan itu menghilang.

Andaikan tak ada kau
mungkin tak akan terbit istilah
cyber bully memakan korban jiwa

Ada yang mampu bertahan dengan bermodalkan kata “maaf” dan mereka tetap dibully. Ada juga yang memilih mati karena tak kuat dengan keadaan yang dihadapi. Mencari-cari kesalahan orang bukanlah hal yang sulit. Kalimat yang awalnya biasa, sekejap bisa menjadi luar biasa. Pun, gambar yang tak berarti apa-apa, secara tiba-tiba menjadi senjata yang berguna. Berapa banyak jejak yang kita tinggalkan di sosmed? Lebih dari itu, mereka akan berlipat ganda tanpa pernah terbayangkan sebelumnya.

Andaikan tak ada kau
mungkin frekuensinya akan berbeda
ketika kitab tak lepas dari genggaman

Ada percakapan yang bunyinya seperti ini,
Penanya: Ustadz, boleh saya tanya?
Ustadz: Silahkan…
Penanya: Ceritakan dan sifatkan kepadaku bagaimana keadaan orang-orang dahulu/salaf dengan Al-Qur’an?
Ustadz: Seperti keadaan kita sekarang dengan HP.
[dikutip dari ig: @sahabatmuslimah]

Andaikan tak ada kau
mungkinkah dunia akan berbeda
ataukah akan tetap sama?

Hanya dua kata tersisa yang semoga tak sia-sia.
#Bijaklah bersikap.

Sahabatmu Penggunamu,

Nur Dik Yah

Posted in 1001 Tips, Catatan Diri

Rider Sejati

Tren kecelakaan lalu lintas secara nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Sejak 2014 hingga terakhir tahun lalu, jumlahnya semakin banyak. Sepanjang 2014 tercatat 95.906 kasus, tahun selanjutnya 98.970 kasus, dan terakhir 2016 meningkat menjadi 105.374 kasus dengan korban meninggal dunia tercatat 25.859 orang, luka berat 22.939 orang, luka ringan 120.913 orang. Namun, jika dibandingkan dengan 2012 mengalami penurunan dari 117.949 kasus menjadi 100.106 kasus pada 2013.

Itu adalah paragraf terakhir yang aku ambil dari republika.co.id dalam artikel yang berjudul “Jumlah Kecelakaan di Indonesia Empat Tahun Terakhir,” yang diposting awal Mei lalu.
Itu sih belum termasuk kasus yang ‘diselesaikan baik-baik’ alias nggak dilaporin ke pak pol.
Menurut info itu, kecelakaan di negara kita ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Humm.. gimana yaa? Soalnya kan pengendara kendaraan bermotor tiap tahun juga meningkat. Jadi, menurutku yaa stagnan aja. Diem di tempat. Perbedaannya nggak akan sesignifikan data itu sendiri. So, aku kurang setuju kalo pemerintah atau pak polantas sendiri dibilang gagal kerja dalam suatu sub tema.

polisi-tindak-tegas-anak-di-bawah-umur-yang-berkendara-MJreq2788Z
warungkopi.okezone.com

 

Dan.. ya! Sekarang kita bahas masalah ini. Apa sih yang bikin kecelakaan jadi tren di negara kita? Penyebabnya itu apa? Kok bisa?
Aku nggak akan bahas ini secara berat dan kaku. Yah, seperti biasa. Kalem aja sambil nikmatin secangkir kopi.

Kurangnya Kesadaran Berlalu Lintas
Kata pak pol kita harus taat aturan berlalu lintas. But, kebanyakan di antara kita cuma taat pas pak pol nongol di pinggir jalan. Yang tadinya ngebut-ngebutan, liat baju ijo-ijo di depan langsung deh sok dikurang-kurangin kecepatannya. Wkwkwk.. jadi ketauan nih kelakukan siapa.
Salah satu contoh lain nih ya baru beberapa hari lalu aku baca koran yang isinya tentang pengendara yang nglewatin garis zebra cross pas berhenti di traffic light. Kalo ngga salah judulnya “Sosialisasi dengan Spanduk Tidak Berhasil.” Awal reaksiku sih ‘senyumin ajah’. Kali aja kan pengendara motor pada nggak bisa baca. 😛
Aku pikir itu bukan hal baru, sebab sepersekian detik aku inget sama obrolan temenku asal Surabaya. Waktu itu kita lagi jalan-jalan aja di Malang pake motor. Pas berhenti di traffic light, semua pengendara berhenti tepat sebelum garis zebra cross. Artinya ga ada yang melanggar. Tiba-tiba dia bilang “kalo di Surabaya, orang-orang udah nglewatin zebra crozz sampe menuhin jalan penyeberangan itu.” Jujur aja sih, dua tahun aku di surabaya nggak pernah merhatiin hal-hal semacam itu. Tapi setelah aku tau itu, aku jadi bersyukur ternyata di daerahku, orang-orangnya masih sadar aturan. Yah kan, kalo kita lewatin zebra cross artinya kita nggak kasih jalan buat orang nyebrang. Itu ego yang nggak kita sadarin. Dan, kita. Bukannya jadi panutan kebenaran, justru malah ikut-ikutan.

Dikejar Waktu…?
Telat kuliah, telah ngantor, dan sebagainya bukan alasan yang bagus buat kebut-kebutan. Masih jaman gitu? Dah gih, cari alasan lain.
Kalo ngga mau telat ya buatlah kesadaran diri soal waktu. Jangan karena kemarin habis nonton konser, pulang malem, paginya telat bangun, takut kesiangan akhirnya ngebut. Ya, emang sih secara psikologis kalo orang buru-buru suka nggak mikirin orang lain. Entah sesama pengendara atau yang sekedar lagi nyebrang jalan. Nggak masalah kalo nggak mau mikirin gimana kerugian fisik dan materi diri sendiri, toh semua akibat adalah konsekuensi dari sikap kita sendiri. Tapi, coba pikirin kerugian fisik dan materi orang lain yang bisa jadi dia cacat atau mati karena ulah kita.

Sensasi ala Rossi
Ada nggak sih yang suka ngebut seolah-olah dia ada di arena balap MotoGP? Pliss deh, ini alasan amzing banget. Mentang-mentang sepi terus coba nge’gas sampe jarum speedo-nya putus. Ya kalo beneran ga ada yang lain di jalan itu. Nah, kalo anak kunti lewat terus ketabrak gimana? Galau kan kalo sampe dimintain pertanggungjawaban sama emaknya?

Melamun
Tau kenapa orang sering lupa matiin sein kendaraannya? Terutama kaum rider roda dua. Ya! Karena mereka nggak fokus. Mereka mikirin sesuatu selagi mereka nyetir. Aku juga pernah beberapa kali kayak gitu. Tapi nggak sering. Beneran indir. Meskipun itu identik dengan kaum hawa, aku juga pernah tuh ketemu pengendara motor pria yang lupa matiin sein. Aku tunggu-tunggu dia mau belok atau nggak, nyatanya lurus. Aku sih positive thinking aja, mungkin dia termasuk tipe orang yang jalan hidupnya amat lurus, sampe motornya pengen belok aja nggak dibolehin. Twemoji_1f611.svg

Dilema si Mata Merah

peraturan-di-lampu-merah
Pernah nggak pas ada di traffic light kebetulan dapet lampu merah yang baru muncul setelah lampu kuning? Mau lolosin diri takutnya dari sisi ijo ada yang nyolong start, mau berhenti takutnya pengendara belakang justru ngebut yang ujungnya bisa jadi nambahin wacana di koran lokal.
Kita kan juga ga selalu bisa baca pikiran pengendara lain selama di jalan. Bisa aja, kita pengen berhenti yang belakang malah ngebut. Pas dia berhenti mendadak di samping kita, mulailah dia dengan ledakan emosinya yang dibarengin dengan kata-kata puitis semacam bang*at, baj*ngan, go*lok. Ituloh ya, apa nggak bingung? Kita yang terlalu taat aturan atau dia yang polos aturan? emot-mikir
Nah, kalo berkesempatan nemuin kegalauan macam ini coba kita liat pengendara belakang lewat spion. Kita bisa liat dia ngebut atau pelan? Seolah otak kita diuji lewat keputusan sepersekian detik. Apapun yang diputuskan, semoga nggak menimbulkan masalah buat kita dan orang lain.

Reparasi Kendaraan
Kalo emang udah waktunya service ya diusahakan secepatnya service. Jangan ditunda-tunda. Ga perlu di bengkel resmi, di bengkel biasa pun ga masalah seandainya emang udah darurat dan lagi ga ngantongin duit. Entah rem, ban, dan yang lainnya kalo nggak dalam keadaan baik bisa bikin masalah di jalan. Terutama pemakaian dalam perjalanan jauh.
Selain itu perawatan yang baik dan berkala juga bisa bikin kendaraan kita tetep awet dan nyaman dipake. Kalo bisa ngrawat sendiri di rumah ya alhamdulillah. Yang penting gimana kita luangkan waktu aja. Karena ada banyak juga kasus kecelakaan karena ketidaklayakan kendaraan itu sendiri.

Handphone

CaatQk5UsAAieSY
Humm, aku pernah lihat tayangan di tivi. Katanya handphone adalah penyebab terbanyak kecelakaan di dunia. Maaf, lupa apa channel dan acaranya. Kebanyakan kita ngremehin hal semacam ini. Kita ga berfikir kenapa kotak kecil gitu aja harus bikin kecelakaan yang nggak kita harapkan.
Kalo emang darurat dan butuh segera dibuka (pesan) atau diangkat (panggilan) yaa berhenti aja sebentar. Jangan karena balesin sms mantan yang ngajak balikan, kita jadi celaka di jalan. Beberapa menit yang kita luangkan buat berhenti nggak akan sebanding dengan sepersekian detik nyawa kita melayang.
Nyawa emang urusan-Nya, tapi kita sebagai manusia juga perlu usaha. Nggak kemudian kita pasrah karena emang udah takdir atau justru kemudian maki-maki takdir itu sendiri. Kalo bisa menghindari takdir buruk, kenapa nggak? Jangan jadikan diri kita sebagai jalan kematian orang lain lewat kesalahan yang kita perbuat. Naudzubillahi min dzalik.

Well, itulah beberapa penyebab kecelakaan yang sering kita temui. Kecelakaan kok dijadiin tren? Yaudah lah yaa, intinya kita harus tetap berhati-hati dijalan. Berkendaralah sesuai aturan di jalan. Kalo nggak mau taat aturan yaa bikin jalan sendiri aja. Jangan lupa baca doa sebelum berkendara. Oh iya, sedekah juga bisa mencegah musibah loh.

“Sedekah dapat mencegah 70 macam bencana, yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak.“ (HR Thabrani)

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/05/02/opaywe326-jumlah-kecelakaan-di-indonesia-empat-tahun-terakhir

http://yusufmansur.com/tolak-bencana-dengan-sedekah/

Posted in Catatan Diri

Recharge Iman, Yuk!

01-150p-01
Designed by Freepik

Daripada bengong mending kita bahas satu tema menarik. Ye kan, daripada sibuk mikirin si dia yang belum tentu mikirin si kita. Ahahay.. Atau justru lagi galau nungguin THR ga cari-cair? Tenang… semua akan hadir pada waktunya.
Tema hari ini sesuai judul di atas. Recharge iman.

Apa sih maksudnya? Dan sepenting apa memangnya?
Jadi, gini kawan. Tanpa kita sadari, di antara kita pasti banyak yang merasakan imannya naik-turun. Kebanyakan justru ga sadar kalau imannya lagi turun. Kita bahas dulu ciri-cirinya kemudian kita akhiri dengan solusi-solusi yang cukup mudah diparaktekin. Ini sesuai pengalaman pribadi aja sih dan nggak menutup kemungkinan temen-temen punya banyak hal yang berbeda.

Ciri Pertama: Dalam Sholat
Nah, yang pertama nih biasanya masalah sholat. Semakin sering kita menunda sholat, semakin iman kita butuh direcharge. Kenapa? Karena tanpa kita sadari si setan laknat perlahan mulai menguasai diri kita.
Baca: Asah Iman saat Adzan Berkumandang.
Selain itu yang sholatnya suka cepet-cepet alias gak tumaninah. Pokoknya buru-buru pengen cepet selesai, padahal alasannya cuma mau balik main game atau keburu balesin chat si dia. Duh..duh…

“Beliau melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, duduk seperti dudukya anjing, dan menoleh-noleh seperti rusa”
(HR. Ahmad 8106, Dihasankan oleh Syaikh al Albani)

Ciri Kedua: Gosip
Udah lama nggak gosip tiba-tiba jaringan jadi 4G pas diajak temen ikutan gosip. Kebanyakan yang kayak gini sih para wanita. Ga peduli yang masih usia SD sampe nenek-nenek. Naudzubillah…
“Tau ga sih, si Lola barusan putus sama si Andre”
“Looh..looh..looh kok bisa? Bukannya mereka udah nyiapin pernikahan ya?”
“Ya tau sendiri kan gimana ganjennya si Lola…”
“Ya ampun.. yang bener? Ga beruntung banget sih dia punya calon suami kayak Andre?”
Dan… obrolan terus berlanjut sampe subuh.
Inget ya. Dalam islam kita udah dilarang buat ngobrolin orang lain yang nggak-nggak. Apalagi ngomong panjang lebar ga ada buktinya. Kalopun bener itu ghibah dan kalo salah justru jadi fitnah.

Ciri Ketiga: Maksiat
Pasti ada kan diantara kita yang masih suka maksiat? Atau justru meremehkannya? Menjadikannya halal padahal udah tau haram. Ada juga yang ga secara sengaja nyebur dalam kemaksiatan itu sendiri. Lalu berakhirlah ia dengan kegelisahan tak berujung.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Az-Zumar: 53)

Ciri Keempat: Pakaian
Lah nih nih… yang ‘aku’ banget. Kenapa tanda kutip aku? Karena aku nggak tau apa wanita di luar sana ada yang kayak aku? Kapan hari rapi banget pake hijab sampe ada yang ngira anaknya pak haji, padahal nggak. Terus gara-gara pengaruh lingkungan dan teman berubah lagi jadi fashionista ala dunia. Iya itu. Dunia yang terus berubah terutama soal pakaian.
Yaah gitulah, seperti kata pepatah: Berubah itu biasa, yang luar biasa itu istiqomah!

Ciri Kelima: Down
Adakah di antara kita yang ga pernah merasa sedih sesedih-sedihnya? Ada?
Bahkan kebanyakan orang jadi gila karena merasa ga kuat dengan apa yang mereka hadapi. Pengen marah tapi ke siapa? Pengen berontak tapi ke siapa? Tuhan? Tetangga? Atau diri sendiri? Ini adalah saat-saat dimana kita perlu recharge iman kita.
Boleh ga sih kita curhat? Tentu boleh. Asal pada orang yang tepat. Kalo sembarang curhat apa lagi ternyata curhat sama orang yang salah, ujungnya malah jadi bumerang buat diri kita sendiri.
Bukannya sebaik-baik tempat pengadu itu adalah pada Allah? Yup! Bener. Tapi apa iya Allah secara langsung ngasih solusi di depan mata? Kalo nggak dari mimpi ya dari orang lain. Orang lain bisa jadi perantara Allah untuk menyampaikan solusi dan nasehat yang tepat. Tentunya hanya pada orang yang bisa dipercaya.

Well, itu beberapa ciri kalo iman kita lagi turun dan butuh recharge. Kurang lebih seperti itu sih. Mungkin dari temen-temen punya juga ciri-ciri lain yang intinya menjauh dari Allah, meremehkan perintahnya lantas mendekati larangannya. Nah, sekarang solusinya gimana?

First: Ceramah
Kenapa ini jadi solusi number one? Karena dengan mendengarkan pak ustadz atau bu ustadzah biasanya hati jadi adem. Beda lagi sih ya yang justru kepanasan. Wkwkwk…
Apapun yang dibahas ilmu jadi nambah, yang tadinya nggak tau kemudian jadi tau. Keinginan buat mendekat pada-Nya pun kembali bangkit. Beuh, seolah-olah masalah dunia yang tadinya bikin pusing tujuh keliling jadi terlupakan tak berbekas.  Jadi jangan heran kalo pas lihat temen pulang dari acara pengajian, tiba-tiba besoknya jadi rajin baca qur’an, sholat wajibnya tambah lama, dzikirnya ga henti-henti.
“Di tempatku jarang banget ada ustadz atau ustadzah yang ngisi pengajian dengan ceramah?”
Whatever lah ya, kalian bisa buka youtube. Yang nggak punya akses bolehlah main-main ke warnet, mumpung belum punah. Di sana ada buuanyak banget materi yang disampaikan oleh ustadz/ustadzah dari seluruh belahan dunia. Jangan buka youtube cuma buat nonton film atau liat bias nge-dance. *my heart break when type the final sentence. When Allah remember me by my article own, its feels… lost of words! 😦

Second: Sholat
Sholat lagi…? Ya dong. Ini kan perintah utama yang bakal pertama kali dihisab ketika di akhirat kelak. Coba deh waktu baca al-fatihah dan surat-surat pendek lainnya kita nikmati, kita lantunkan seolah-olah kita ini imam masjid nabawi. Betapa menyentuhnya tiap ayat itu hingga relung hati. Kita bisa merasakan betapa banyak dosa kita tapi sungguh luas ampunan-Nya. Betapa cueknya kita, tapi sungguh besar kepedulian-Nya. Kita yang tak selalu ada dengan mengingat-Nya, tapi Dia yang selalu ada untuk kita. Kita yang melupakannya tapi justru Dia yang selalu menunggu kita untuk datang kembali pada-Nya. Ah, sudahlah. Pokoknya ga akan pernah cukup diungkapin dengan kata-kata.

Third: Al-Qur’an
Sudah berapa lama ga baca qur’an? Udah baca qur’an tapi ga ada efek? Mustahil. Yang ada justru kita yang salah mempraktikannya. Gimana enggak? Lah baca qur’an kayak baca petunjuk jalan. Asal belok kanan-belok kiri. Udah pokoknya asal khatam aja. Coba pas baca sms dari gebetan yang panjang lebar, pasti bacanya lamaaa banget sambil dipahami dalem-dalem pake hati. Terus mikir deh musti bales kayak gimana.
Duuh… ini kan al-qur’an. Jangan cuma dibaca, tapi dipa-ha-mi. Ga ngerti bahasa arab yaa baca terjemahnya. Kalo ga paham maksud terjemahnya ya tanyakan pada orang-orang yang berilmu. Jangankan setelah kita paham maksudnya, pas kita baca secara tartil aja bisa bikin netes air mata. Jadilah kemudian kita kembali pada-Nya. Beban hati jadi lebih ringan. Iman yang tadinya down, jadi ke-recharge. Alhamdulillah…

Tarataktaktak dung des!
Well, sampailah kita pada penghujung acara. Yup, baru itu sih yang aku dapatkan di jumat yang berkah ini. Kurang lebihnya mohon maaf.
“Loh kok solusinya cuma tiga?”
Ada sepuluh juga belum tentu dipraktekkin? Ya kan? Ya kan?
Coba perhatikan semua cirinya dan laksanakan semua solusinya. Insya Allah semua jadi lebih mudah. Overall, yang penting kita punya keinginan buat jadi manusia yang lebih baik.
Sungguh hampir di semua segmen menjadi tamparan keras buat diri sendiri. 🙂

https://muslim.or.id/13891-tumaninah-dalam-shalat-2.html
https://tafsirq.com/39-az-zumar/ayat-53

Posted in Catatan Diri

Kebebasan?

FreeVector-Freedom-Vector-Art
pic: freepik

Hati ini sedikit tertarik dengan pernyataan saudara muslim di suatu tempat. Ia dengan lantangnya berkata mengenai kebebasan seorang wanita di zaman ini. Bahwa wanita tak seharusnya kembali ke jaman jahiliyah. Dimana seorang wanita hanya ditempatkan di rumah, tak boleh berpergian kemana-mana, tak boleh berbuat ini itu. Kalo bicara ga boleh keras-keras. Kalo jalan harus begini begitu.

Dimulai dari keherannannya terhadap seorang ustadz yang piawai menyampaikan dakwah mengenai wanita yang harus menjaga dirinya, mulai dari aurat sampai sikap. Hingga muncul statement “kenapa tidak didik dulu saja para pria? Supaya matanya ngga jelalatan dan bisa jaga pikirannya.”
Lah? Barusan ngobrol soal kebebasan dan kesetaraan tiba-tiba nyuruh pria supaya dididik ‘dulu‘? Lantas wanita dinomorduakan? Wanita ga berhak mendapatkan kebenaran?

Well, coba kita ingat lagi dimana kita sekarang. Yeah! Dunia. Dunia tempat ujian. Simpel aja. Pria menundukkan pandangan dan wanita menutup auratnya. Keduanya harus berjalan beriringan. Kalau seorang wanita sudah dengan usaha terbaiknya menutup aurat, lantas seorang pria masih tak mampu menahan hasratnya, itu karena ia tak mampu menghadapi ujian awal. Ibaratnya dia belum bisa menjawab pertanyaan satu ditambah satu padahal harusnya dia sudah ada di bangku kuliah.
Sama halnya jika wanita tak mampu menutup auratnya padahal itu adalah kewajiban. Sebagus apa akhlak kita sampai melabeli pria ‘tak mampu menjaga pandangan’ padahal diri sendiri masih acak-acakan?
Maka, yang terbaik kemudian adalah saat seorang pria dengan usaha terbaiknya menjaga pandangan dan pikirannya ketika wanita yang tak terhitung jumlahnya mulai berlomba-lomba memamerkan auratnya. Bahkan ada sebuah tulisan di buku karya Burhan Sodiq (Engkau Lebih Cantik dengan Jilbab), bunyinya kurang lebih seperti ini:
“lebih baik mata ini rusak karena jutaan elektron komputer daripada melihat hal-hal haram di luar sana.”
Intinya, itu adalah kegelisahan kaum mukmin yang dihadapkan dengan dunia saat ini. Dimana ketika ia menoleh kanan dan kiri, ia disuguhi dada. Tengok depan belakang, disuguhi paha. Yang bisa ia lakukan apa? Menundukkan kepala. Sebab, pergi sejauh apapun belum tentu bisa mengakhiri kegelisahannya.

Kemudian, ada juga yang mati-matian memperjuangkan kebebasan sampai lupa hakikatnya sebagai seorang wanita. Dia bilang, kalo wanita dibatasi kemampuannya ia tak akan pernah jadi apa-apa. Ia tak akan pernah bisa bersosialisasi. Well, sebenernya kita mau jadi apa sih kalo bisa bebas sebebas-bebasnya? Sampe harus berbuat dan berpikir sejauh itu? Sekali lagi, mau jadi apa? Jangan-jangan malah ga jadi apa-apa? Atau justru jatuh dalam jurang kebebasan itu sendiri? Yukk.. kita berpikir lebih jauh sama-sama.
Aturan agama kita ga sekolot itu kok. Tentu saja, kita masih bisa melukis, menulis, bersosialisasi. Tapi, ya harus tetap ada dalam porosnya. Lantas agama fungsinya apa kalo bukan buat membatasi manusia agar tetap ada di jalan yang benar?

Belajarlah juga dari pengalaman orang lain. Bahwa kebebasan pun ada batasnya. Seperti halnya baru-baru ini. Sangking hebatnya pengaruh kebebasan bersosial media, menekankan kebebasan mengutarakan isi hati kemudian jatuh jadi korban persekusi. Ada? Banyak…
Oh iya, ada juga yang karena terlalu bebas mengekspresikan diri, ia lupa bahwa ia tak perlu berpakaian seksi. Jadilah, ia korban pemerkosaan yang tak seharusnya terjadi. Ada? Banyak…

Aku ga bisa bayangin sedangkal apa pemikiran seorang wanita ketika ia merasa dibatasi padahal sebenernya ia dihormati? Aku juga ga bisa percaya kalo wanita masih berpikir bahwa dirinya tak akan bisa berbuat apa-apa karena batasan itu sendiri. Apa ga pernah dengar soal Aisyah ra. yang jadi satu-satunya wanita dengan perawi hadits terbanyak nomor empat? Ga pernah? Cobaa… baca-baca dulu mengenai wanita yang satu ini, jangan cuma stalking artis masa kini (catatan buat diri sendiri juga, haha).

Coba deh, jangan kita hanya bisa mengkritisi orang lain. Apalagi seorang ustadz. Kalo ditanya kenapa piawai sekali ceramah soal wanita? Yaa, kalo ga piawai masa iya kita sebut ustadz? Toh, dia hanya menyampaikan ayatNya. Menyampaikan kebenaran. Emang sehebat apa sih kita sampai mengkritik orang yang menyampaikan dakwah? Ya kalo dia ngajak kita sama-sama masuk neraka. Lah, yang disampaikan kebenaran. Ada yang panas hatinya? Cobaa.. istighfar duluuu. 🙂

Intinya ya.. jangan sampai kita jadi merpati yang dimangsa elang gara-gara pengen terbang bebas di angkasa tanpa mempertimbangkan banyak hal.
Inget loh.. kita manusia punya akal.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” 
(QS. An-Nur : 30-31)

Posted in Fiksi

Bunuh Diri !

bunuh-diri-ilustrasi-_120601223316-444

“Barang siapa menjatuhkan diri dari gunung, lantas ia tewas karenanya, maka di neraka Jahannam, ia akan menjatuhkan diri semacam itu selama-lamanya. Dan barang siapa menenggak racun lantas mati karenanya, maka di neraka Jahannam ia akan menenggak racun dengan tangannya selama-lamanya. Dan barang siapa bunuh diri dengan sebilah pisau, maka di neraka Jahannam ia akan menikam-nikam perutnya sendiri selama-lamanya.”
(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
~
Ada seorang pria muda yang tampan.
Dia anak tunggal yang yatim piatu sejak usia 5 Tahun.
Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan.
Sejak itulah ia hidup di panti asuhan hingga usia 19 tahun.
Setelahnya, ia mencoba hidup di perantauan.
Mencoba peruntungan katanya.
~
Awalnya ia kerja sebagai karyawan orang lain.
Dua tahun kemudian ia mulai membangun usahanya.
Bersamaan dengan itu, ia bertemu dengan seorang wanita.
Spesial dan amat dicintainya.
Syukur alhamdulillah bisnisnya berjalan lancar.
~
Hingga suatu ketika,
bisnis yang sudah ia bangun sejak
5 tahun lamanya harus bangkrut.
Tepat lima bulan sebelum pernikahannya.
Ia pikir ia masih bisa bertahan.
Ia bisa memulai lagi dari nol.
~
Sayangnya wanita yang sudah mendampinginya
selama 5 tahun terakhir meninggalkannya.
Ia merasa rapuh…
Sejantan apapun dirinya,
ia akan sedih ketika seseorang
yang dicintainya meninggalkannya.
Menikah dengan pria lain,
yang secara finansial sudah mapan.
~
Terbesit dalam pikirannya,
ia tak ingin hidup lagi.
Tak ingin menderita lebih dari ini.
Tidak!
Sudah cukup baginya.
Penderitaan di masa kecil,
tak bisa terulang lagi.
~
Jadi, ia mengambil keputusan untuk bunuh diri.
Saat itu menjelang tengah malam.
Sekitar pukul 22.15 WIB.
Ia memutuskan berjalan ke arah mobil
yang sedang melaju kencang.
~
Braakkk!!!
Tabrakan terjadi.
Pria itu membuka matanya.
Ia masih tetap berdiri di tempatnya.
Pikirannya mulai bingung.
~
Mobil keluarga itu menabrak pohon
setelah sempat tidak sengaja
menabrak pengendara motor dari arah berlawanan
demi menghindari seorang pria,
yang hilang akal!
~
Tak lama setelah itu, berita disiarkan.
Polisi dan media tak pernah tau kejadian sesungguhnya.
Sebab, pengendara mobil yang terdiri
dari sepasang suami istri dan 2 anaknya meninggal.
Begitu juga dengan pengendara motor
yang belakangan diketahui adalah mahasiswi
semester akhir di salah satu universitas di Jawa Timur.
Sama sekali tak ada saksi mata di TKP.
Jadi, mereka pikir itu hanya kecelakaan
antara mobil mpv dan motor matic.
~
Tentu saja, pria itu merasa bersalah.
Esoknya ia gantung diri di kamar mandi umum.
Mati dua kali!
~
Andaikan ia tahu,
Bapak dua anak itu adalah penolong bisnisnya.
Andaikan ia tahu,
Wanita pengendara motor itu istri masa depannya.
Andaikan ia tahu,
Bahwa Allah hanya ingin menguji imannya,
mendengar rintihan di sepertiga malam terakhirnya,
dan bahwa Allah ingin memberikan yang terbaik untuknya,
Akankah ia tetap melakukannya (red: bunuh diri)?
~
Silahkan ambil hikmahnya.”Buat yang mau sedikit berpikir.”
Jangan putus asa dengan deretan ujian.
Karena setiap ujian pasti berbuah
menjadi beribu manisnya kebahagiaan.
Walau sebenarnya, kebahagiaan selalu datang
pada orang yang mau mensyukuri hidupnya.
~

Revised: 18 Oktober 2017*
*Tambahan 3 baris terakhir bait ke-5 (tidak termasuk hadist pembuka).